Remaja Aceh Ikut Debat Dunia di Skotlandia

http://fokusaceh.blogspot.com/
FokusAceh -  DARI balik telepon genggam, suaranya terdengar seperti gemuruh. Kosa kata dari bahasa Inggris pun kerap bercampur dalam bahasa Indonesianya yang patah-patah.


"Waduh, bahasa Indonesianya apa ya?" katanya, jika menemukan kosata yang sulit untuk ia utarakan. Dan vokab Inggris pun akhirnya jadi 'senjata ampuh' untuk menjelaskan maksud yang hendak ia utarakan.

Namanya, Nudzran Yusya. Kendati agak kewalahan berbahasa Indonesia, ia bukanlah keturunan asing. Nudzran asli Aceh. Ia lahir dan besar di Aceh. Namun, karena telah dibiasakan sejak kecil dan tak pernah berhenti untuk belajar bertutur dengan bahasa Inggris, ia lebih mengenal bahasa asing itu daripada bahasa kebangsaan Indonesia.

Lelaki muda kelahiran Banda Aceh, 29 September 1993 ini mulai belajar berbahasa Inggris sejak di bangku madrasah ibtidaiyah. Ia menempuh pendidikan pada MIN 1 Banda Aceh. Usahanya untuk lancar berbahasa Inggris tidak sia-sia. Seiring beranjak usia remaja, berbagai lomba debat ia ikuti, mulai tingkat daerah hingga tingkat dunia.

Ya, ia telah membawa bendera Aceh (Indonesia) ke Skotlandia dalam debat bahasa Inggris tingkat dunia. "Saya senang ikut debat bahasa Inggris," katanya, beberapa hari lalu.

Menurut dia, debat sangat menunjang proses belajarnya. Ia mengaku bisa belajar banyak dengan debat tersebut. Ia juga menyebutkan banyak mendapatkan teman dari berbagai daerah saat mengikuti kompetisi debat.

Putra dari pasangan Yusya’ Abubakar dan Bararah Ibrahim ini sedang melanjutkan program studi di Psikologi pada Universitas Indonesia. Ia pun berkisah soal pengalamannya menjadi duta debat bahasa Inggris ke Scotlandia.

Nudzran masuk dua puluh besar Best English Foreign Language Speaker yang diadakan oleh World School Debating Championship di Scotland. Ia mewakili Indonesia sekaligus membawa nama Aceh. Saat debat itu, Nudzran berstatus sebagai siswa di Sekolah Menegah Atas Modal Bangsa (2011).

Proses yang membawa namanya dikenal oleh dunia ini tentu saja tidak mudah. Ia harus bersaing dengan banyak orang dari berbagai negara. Perjuangan itu ia mulai dari menggeser sejumlah saingan di tingkat Aceh dan Indonesia. Akhirnya, ia pun dikirim ke Skotlandia, Amerika.

Waktu itu, ia bersama seorang temannya yang berasal dari Pulau Jawa. “Banyak yang menjadi pelajaran dengan mengikuti program ini. Apalagi, saya tidak seorang diri untuk berjuang ke tingkat internasional," ujarnya.

Ia sangat berharap suatu saat pemuda Aceh lainnya dapat berjuang melebihi dari perjuangannya di tingkat Internasional. Pesannya, kesuksesan itu adalah keberanian melakukan sesuatu yang diinginkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel