Rektor Unsyiah : Aceh Harus Bangun Pembangkit Listik Baru
4 Mei 2016
Agar tak sering terjadi pemadaman bergilir seperti yang diderita masyarakat saat ini, maka Aceh harus terus menambah energi listriknya dengan membangun pembangkit baru untuk menghindari pemadaman saat terjadi pemeliharaan dan gangguan.
Menurut Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof Dr Syamsul Rizal MEng, jika saat ini beban puncak listrik di Aceh sebesar 325 megawatt (MW), maka ketersediaan listrik seharusnya sekitar 500 MW. Tapi saat ini yang tersedia hanyalah 340 MW, berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun Lhokseumawe, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya, dan sebagian lagi dari pembangkit di Sumatera Utara (sumber).
“Jika energi yang dimiliki 500 MW, maka saat ada gangguan atau pemeliharaan tidak akan mengganggu suplai arus listrik ke masyarakat. Yang namanya peralatan dan mesin listrik kan setiap tahun butuh pemeliharaan,” ujar Prof Samsul Rizal yang merupakan pakar material mesin.
Samsul Rizal berpendapat, jika daya listrik di Aceh ternyata lebih--setelah ada penambahan pembangkit baru--maka kebutuhan itu dapat disuplai ke luar Aceh melalui transmisi atau dijual ke industri.
Rektor Unsyiah juga menyarankan agar PLN membangun tranmisi di wilayah tengah dan selatan Aceh, sehingga jika ada gangguan alam di jalur yang sekarang ini, maka masih bisa dialihkan melalui jaringan lain.
Sedangkan pejabat PLN mengatakan, pemadaman yang terjadi sejak beberapa waktu lalu dan masih terusb terjadi, disebabkan oleh black out pada sistem transmisi serta kerusakan komponen di mesin PLTU Nagan Raya. “Karena dua unit PLTU Nagan ke luar dari sistem, maka biasanya suplai sebesar 180 MW tidak dapat keluar.”
GM PLN Aceh, Bob Saril, menjelskan, sebenarnya Aceh memiliki satu pembangkit besar, yaitu PLTMG Arun yang biasanya 184 MW, derating menjadi 100-110 MW. “Seharusnya ada transfer daya dari Sumut ke Aceh, tapi ada keterbatasan tegangan,” katanya bernada teknis.
Buat masyarakat penjelasan yang bersifat teknis seperti itu pastilah kurang dapat dimaklumi. Yang diketahui masyarakat, selama ini digembar-gembor Aceh kelebihan atau surplus listrik. Tapi, kenyataannya, pelanggan listrik di Aceh tetap menderita siang malam.
Kalau memang sistem interkoneksi itu hanya menguntungkan Sumut dan merugikan Aceh, sebaiknya keluar saja dari sistem yang itu. Daya listrik Aceh harus memprioritaskan rumah tangga, bukan mengutamakan industri.
Selain itu, PLN sendiri sebagai penyedia listrik juga harus mulai melakukan pembenahan manajemen. Pembenahan bukan hanya dalam pengelolaan listrik, tetapi juga dalam pengadaan stok energi primer bagi ketersediaan listrik sepanjang masa. Pengelolaan harus dilakukan optimal dengan memperhatikan risiko alam, risiko transportasi, dan lain -lain sehingga tidak terjadi seperti sekarang yang memperlihatkan PLN tidak bisa beri jaminan adanya pasokan listrik secara baik.
sumber: serambi