13 Pahlawan Wanita Kemerdekaan Indonesia dari Aceh hingga Maluku
Pahlawan wanita Indonesia telah berjasa dalam memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Pahlawan wanita Indonesia ini berjuang dari zaman penjajahan belanda untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI. Untuk heroine mereka berasal dari berbagai daerah.
Berikut profil singkat pahlawan wanita Indonesia.
1. Cut Nyak Dien dari Aceh
Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Aceh. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar.
Kemarahan besar Cut Nyak Dien terhadap penjajah berawal dari kematian suaminya, Teuku Cek Ibrahim, yang berperang pada 29 Juni 1978.
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar yang diundang untuk ikut berperang melawan Belanda.
Cut Nyak Dien yang ikut dalam pertemuan melawan Belanda mampu meningkatkan semangat perjuangan rakyat Aceh.
Dalam perjalanan melawan Belanda, Cut Nyak Dien sempat diasingkan di Sumedang dan meninggal pada 6 November 1908.
Cut Nyak Dien dimakamkan di pemakaman Gunung Puyuh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
2. Cut Nyak Meutia dari Aceh
Cut Nyak Meutia lahir di Alue Kurieng, Aceh pada tanggal 15 Februari 1870. Sejak kecil, Cut Nyak Meutia telah diajarkan agama oleh orang tuanya.
Cut Nyak Meutia berpartisipasi langsung dalam Perang Aceh. Pada tahun 1902, pasukan Cut Nyak Meutia mencegat pasukan Belanda yang berpatroli di Simpang Ulim Blang Nie.
Serangan mendadak itu membuat tentara Belanda lumpuh total. Pasukan Cut Nyak Meutia berhasil menangkap 42 pucuk senjata.
Pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Nyak Meutia terlibat dalam pertempuran dengan Belanda.
Karena jumlah pasukan tidak seimbang, pasukan Cut Nyak Meutia terdesak untuk mundur. Selama perang, Cut Nyak Meutia meninggal pada usia 40 tahun.
3. Hajjah Rangkayo Rasuna Said dari Maninjau, Agam, Sumatera Barat
Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada 14 September 1910.
asuna Said adalah seorang bangsawan Sumatera Barat bergelar Rangkayo. Ia berasal dari keluarga ulama dan pengusaha terkemuka.
Ia gigih memperjuangkan gerakan perempuan di Minangkabau saat itu.
Pada tahun 1926, Rasuna Said bergabung dengan Perhimpunan Rakyat (SR). Dalam perkembangannya, SR berkembang menjadi Partai Persatuan Rakyat Indonesia.
Pada 17 April 1946, Rasuna Said terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian pada tahun 1947, Rasuna Said terpilih mewakili Sumatera di KNI Pusat.
Rasuna Said meninggal pada 2 November 1965 di Jakarta.
4. Siti Manggopoh dari Manggopoh, Agam, Sumatera Barat
Siti Manggopoh lahir pada Mei 1880. Ia adalah anak bungsu dari enam bersaudara dan merupakan putri satu-satunya.
Tercatat, Siti Manggopoh ikut serta dalam perjuangan melawan politik ekonomi Belanda, melalui pajak uang (belasting).
Dalam Perang Manggopoh, Siti memenangkan pertarungan dengan Belanda.
Siti Manggopoh sempat menikmati suasana Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sayangnya, saat itu banyak orang yang melupakan perjuangan Siti.
Pada tahun 1965 dalam usia 85 tahun, Siti Manggopoh meninggal di rumah cucunya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Lolong, Padang.
5. Roehana Kudus dari Padang, Sumatera Barat
Roehana Kudus atau akrab disapa Rohana lahir di Kabupaten Agam, 20 Desember 1884. Rohana dikenal sebagai wartawati pertama di Indonesia.
Ia menulis surat kabar khusus perempuan di Sumatera Barat, bernama Soenting Melajoe.
Berdirinya surat kabar tidak terlepas dari tindakan sewenang-wenang terhadap perempuan saat itu.
Rohana juga mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang. Sekolah ini untuk mendidik anak perempuan berupa literasi latin dan arab, kerajinan tangan, pendidikan spiritual, dan keterampilan keluarga.
Rohana Suci wafat dalam usia 87 tahun pada 17 Agustus 1972.
6. Fatmawati Soekarno dari Bengkulu
Fatmawati Soekarno adalah istri Presiden Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Ia lahir pada tanggal 5 Februari 1923.
Ia dikenal sebagai penjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Fatmawati juga aktif di berbagai organisasi perempuan. Salah satunya, ia pernah menjadi pengurus Nasyla Aisyiah Muhammadiyah.
Fatmawati meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia pada 14 Mei 1980.
7. Dewi Sartika dari Jawa Barat
Dewi Sartika adalah seorang pendekar wanita dari Cicalengka, Jawa Barat. Ia lahir pada 4 Desember 1884.
Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh perintis pendidikan bagi perempuan.
Wujud perjuangannya adalah mendirikan Sekolah Istri, sekolah khusus perempuan di Pendopo Kabupaten Bandung.
Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947.
8. Raden Ajeng Kartini dari Jepara, Jawa Tengah
Raden Ajeng (RA) Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Ia adalah putra seorang priyayi Jawa, pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan MA Ngasirah.
RA Kartini dikenal sebagai motor penggerak emansipasi perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.
RA Kartini meninggal dalam usia 25 tahun pada 17 September 1904. Ia meninggal dunia setelah melahirkan putra tunggalnya, Raden Mas Soesalit.
9. Nya Ageng Serang dari Purwodadi, Jawa Tengah
Nyi Ageng Serang lahir dengan nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi pada 1 Desember 1872.
Wanita yang merupakan keturunan Sunan Kalijaga ini membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda sekaligus menjadi penasehat perang.
Bagi Nyi Ageng Serang, selama masih ada penjajah di muka bumi, maka ia harus siap berperang melawan penjajah.
Salah satu strateginya yang terkenal adalah penggunaan lembu (daun talas hijau) untuk penyamaran.
Nyi Ageng Serang meninggal dalam usia 86 tahun dalam keadaan tenang.
10. Maria Walanda Maramis dari Minahasa, Sulawesi Utara
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, sebuah kota kecil di Sualwesi Utara, 1 Desember 1872.
Maria dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan emansipasi perempuan, khususnya memajukan kondisi dan hak-hak perempuan di awal abad ke-20.
Salah satu usahanya adalah menjadi anggota organisasi "Pencinta Ibu Kepada Anak Segenerasinya" (PIKAT) pada tahun 1917 di Manado.
Maria Walanda Maramis meninggal karena usia pada 22 April 1924.
11. Opu Daeng Risaju dari Sulawesi Selatan
Opu Daeng Risaju lahir pada tahun 1880.
Peran Opu Daeng Risaju dalam perjuangan adalah memobilisasi pemuda untuk melawan NICA atau badan sipil sebagai perpanjangan tangan dari Belanda.
12. Laksamana Malahayati dari Aceh
Laksamana Malahayati lahir di Aceh pada tahun 1550.
Laksamana Malahayati terlibat aktif dalam Pertempuran Teluk Haru melawan armada angkatan laut Portugis.
Dalam pertempuran tersebut suami Laksamana Malahayati tewas, namun ia tidak larut dalam kesedihan.
Bahkan, Laksamana Malahayati membentuk Pasukan Inong Balee yang terdiri dari para janda yang suaminya tewas dalam perang.
Laksamana Malahayati meninggal dalam usia 65 tahun pada tahun 1615.
13. Martha Christina Tiahahu dari Maluku
Martha Christina Tiahahu lahir pada tanggal 4 Januari 1800 di Maluku, dia mulai bertarung pada usia 17 tahun.
Peran Martha Christina Tiahahu berperang melawan penjajah Belanda.
Martha Christina Tiahahu meninggal di atas kapal Eversten menuju Jawa pada tanggal 2 Januari 1818.
Jenazah Martha Christina Tiahahu dikebumikan oleh penggalian militer di Laut Banda.
sumber : https://regional.kompas.com/read/2022/09/14/063000778/13-pahlawan-perempuan-indonesia-dari-aceh-hingga-maluku?page=all